Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap penjajahan jepang melalui Kooperasi, bawah tanah dan angkat senjata
Jepang (Nipponkoku/Nihonkoku) merupakan negara yang memiliki banyak perkembangan dalam berbagai aspek seperti teknologi, informasi, pendidikan, ekonomi, industri dan lain-lain.
Sejarah masuknya Jepang ke Indonesia merupakan keinginan membentuk imperium di Asia, Jepang telah berhasil menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941 untuk melumpuhkan kekuatan Amerika Serikat yang diperkirakan akan menjadi ganjalan bagi ekspansi jepang di Asia. Dalam gerakannya ke selatan, Jepang juga melakukan penyerangan ke Indonesia yang pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942, ketika panglima tertinggi pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung. Jepang tanpa melakukan perlawanan yang berarti berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia menyambut kedatangan balatentara Jepang dengan perasaan senang, perasaan gembira karena akan membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda.
Sebenarnya, semboyan Gerakan 3A dan pengakuan sebagai 'saudara tua' yang disampaikan Jepang merupakan tipu muslihat agar bangsa Indonesia dapat menerima kedatangan balatentara Jepang dan Jepang tidak jauh berbeda dengan negara Imperialis lainnya. Jepang termasuk negara Imperialis baru, seperti Jerman dan Italia. Sebagai negara Imperialis baru, Jepang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan pasar bagi barang-barang industrinya. Oleh karena itu, daerah jajahan Jepang menjadi sangat penting artinya bagi kemajuan industri apabila tidak didukung dengan bahan mentah (baku) yang cukup dengan harga yang murah dan pasar barang industri yang luas.
Sumber-sumber ekonomi dikontrol secara ketat oleh pasukan Jepang untuk kepentingan peperangan dan industri jepang melalui cara berikut.
1. Tidak sedikit para pemuda yang ditangkap dan dijadikan romusha (1942-1945). Romusha adalah tenaga kerja paksa pada proyek-proyek yang dikembangkan pemerintah pendudukan Jepang. Banyak rakyat Indonesia yang meninggal ketika menjalankan romusha, karena umumnya mereka menderita kelaparan dan berbagai penyakit. Jepang berupaya menghapus pengaruh kultural barat yang telah hinggap di Hindia Belanda, dan yang kedua Jepang nengeruk sumber-sumber kekayaan alam tanah air kita. Pasokan sumber alam ini digunakan untuk membiayai perang dengan Sekutu di Asia Timur Raya dan Pasifik. Luasnya daerah pendudukan Jepang membuat mereka memerlukan tenaga kerja yang besar untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga kerja ini diambilkan dari penduduk Jawa yang cukup padat. Jejaring tentara Jepang untuk menjalankan romusha hingga ke desa-desa. Setidaknya ada sekitar 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke berbagai negara di Asia Tenggara, sekitar 70.000 orang diantaranya dalam kondisi menyedihkan dan berakhir pada kematian. Tenaga romusha juga melibatkan perempuan. Mereka dibujuk rayu dengan mendapatkan pekerjaan, namun mereka di bawa ke kampung-kampung tertutup untuk dijadikan wanita penghibur (jugun lanfu). Bahkan Soekarno dan Otto Iskandardinata pun menjadi tenaga romusha dan dipaksa membuat lapangan udara darurat. Jepang melakukan rekruitmen calon romusha, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Baris paparannya melihat praktik romusha dan proyek-proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik (1943), para tenaga kerja romusha digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Permintaan terhadap romusha semakin tak terkendali karena untuk mengefesiansikan biaya perang.
2. Para petani diawasi secara ketat dan hasil pertanian harus diserahkan kepaza balatentara Jepang.
3. Hewan peliharaan penduduk dirampas secara paksa untuk dipotong guna memenuhi kebutuhan konsumsi perang.
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan Bangsa Indonesia
1. Perjuangan kooperatif (kerjasama)
Putera (Pusat Tenaga Rakyat) merupakan sebuah organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret 1943, untuk menggerakkan rakyat Indonesia untuk mendukung peperangan Jepang menghadapi Sekutu.
Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara langsung. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan organisasi-organisasi bentukan Jepang untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat nasionalisme. Selain melalui putera, para pemimpin juga berjuang melalui Badan Pertimbangan Pusat atau Cuo Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943 yang beranggotakan 43 orang dan diketuai Ir. Soekarno.
Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan semangat nasionalisme, pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan resiko apa pun untuk menuju Indonesia Merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan.
2. Perjuangan Bawah Tanah
Perjuangan bawahvtanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Pejuang bawah tanah ini dilakukan oleh para tokoh nasionalis yang bekerja di instansi-instansi pemerintahan buatan Jepang. Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat seperti Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan ini. Antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain selalu terjadi kontak hubungan. Contoh : kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, kelompok Sutan Syahrir, dan kelompok pemuda.
3. Perlawanan Angkatan Senjata
Perlakuan Jepang yang tak berprikemanusiaan menimbulkan reaksi dan perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai wilayah. Kebencian ini bertambah kerika di beberapa tempat, Jepang menghina aspek-aspek keagamaan.
Misalnya perlawanan di Cot Plieng (Aceh) yang dipimpin oleh Teuku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10 November 1942, tentara Jepang menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan shalat subuh. Penyerangan ini akhirnya dapat digagalkan oleh rakyat dengan menggunakan senjata kelewang, pedang dan rencong.
Begitu pun dengan serangan kedua, tentara Jepang berhasil dipukul mundur. Namun pada serangan ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang. Peperangan ini telah merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
Komentar
Posting Komentar